Ticker

7/recent/ticker-posts

Dugaan Laporan Fiktif Dana Desa di Kabupaten Deli Serdang dari Tahun 2014–2024

 

Foto : Gambar ilustrasi karikatur Dana Desa 

Deliserdang, observasikasus.my.id - Diduga kuat, pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD) di Kabupaten Deli Serdang dari tahun 2014 hingga 2024 banyak mengandung laporan fiktif. Dalam dokumen penggunaan dana desa, terlihat adanya alokasi dana ADD yang mencapai Rp700 juta hingga lebih dari Rp1 miliar per desa setiap tahunnya, namun realisasi penggunaan anggaran di lapangan banyak yang tidak sesuai kenyataan.


Seharusnya, dana tersebut dialokasikan untuk kepentingan masyarakat desa seperti pembangunan infrastruktur jalan desa, pembuatan tembok pelindung lahan pertanian, serta pengadaan alat dan bahan pertanian. Namun faktanya, berdasarkan penelusuran Tim Investigasi dari Awak media, banyak kegiatan yang dilaporkan telah terlaksana namun tidak ditemukan bukti fisik di lapangan. Hal ini mengindikasikan adanya manipulasi dalam laporan keuangan yang disampaikan ke pusat.


Banyak proyek infrastruktur yang dilaporkan selesai ternyata hanya sebatas laporan, tanpa pelaksanaan riil. Praktik seperti ini tidak hanya mencoreng transparansi, namun juga menghambat upaya pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa.


Kabupaten Deli Serdang sendiri terdiri atas 22 kecamatan, 14 kelurahan, dan 380 desa, dengan luas wilayah sekitar 2.241,68 km² serta jumlah penduduk mencapai 1.791.677 jiwa. Setelah melakukan penelusuran menyeluruh terhadap 380 desa, ditemukan bahwa sebagian besar laporan penggunaan dana desa selama satu dekade terakhir menunjukkan banyak ketidaksesuaian antara laporan dan kondisi di lapangan.


Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, tercatat bahwa manipulasi laporan fiktif mencapai angka 50,83 persen, disusul oleh pembangunan yang tidak sesuai spesifikasi atau proyek fiktif sebesar 50,49 persen. Selain itu, penggelembungan anggaran serta dugaan penggelapan dana mencapai 59,89 persen. Tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat desa juga tidak kalah tinggi, yakni 50,1 persen. Modus lainnya tercatat sebesar 50,99 persen.


Kasus korupsi terbanyak terjadi pada proyek pembangunan jalan desa dan tembok lahan pertanian, dengan persentase mencapai 83,43 persen. Modusnya meliputi pengurangan kualitas proyek, pembuatan laporan fiktif, dan mark-up harga. Sementara itu, sektor lain seperti administrasi desa (44,44 persen), program pemberdayaan masyarakat (42,75 persen), dan penyaluran bantuan langsung tunai (40,15 persen) juga tidak luput dari dugaan penyimpangan. Tak hanya itu, sektor kesehatan, pendidikan, dan pertanian pun turut terdampak.


Jika dana tersebut dimanfaatkan dengan benar, sudah seharusnya desa-desa di Kabupaten Deli Serdang bisa lebih maju, dan masyarakatnya menikmati pelayanan kesehatan serta hasil pertanian yang lebih baik.


Dalam investigasi lebih lanjut, tim siasatnusantara.com mendapatkan informasi dari salah satu kepala desa (yang meminta identitasnya dirahasiakan), bahwa setiap desa diduga diwajibkan menyetor dana hingga Rp80 juta per instansi penegak hukum.


"Bagaimanalah kami bang, karena kami harus menyetor ke penegak hukum. Tiap instansi dapat bagian Rp80 juta. Kalau tidak kami semua kepala desa ini pasti sudah ditangkap," ujar narasumber tersebut.


Pernyataan itu langsung dikonfirmasi ke bagian Humas Kejaksaan Negeri Sumatera Utara, namun tidak mendapat tanggapan. Hal ini menambah keyakinan tim media bahwa pengakuan tersebut bukan isapan jempol.


Belakangan, Menteri Desa juga menyebut bahwa ada oknum media yang kerap melakukan pemerasan terhadap para kepala desa, sehingga banyak desa melarang media untuk berkoordinasi. Dari kondisi ini, tim Awak media menduga adanya hubungan sebab-akibat antara upaya kontrol media dengan tekanan yang terjadi di lapangan. (Red)

Post a Comment

0 Comments